TIMES MEDAN, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melihat penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat sebesar 32% pada produk impor Indonesia sebagai momentum strategis untuk memperkuat industri obat berbahan alam, meliputi jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi menjelaskan di Jakarta, Jumat (11/7/2025), bahwa meski 85% bahan baku farmasi domestik masih diimpor, Indonesia justru memiliki kekuatan di sektor obat tradisional dengan 23.576 produk terdaftar, terdiri dari:
-
23.000 jenis jamu
-
77 obat herbal terstandar
-
20 fitofarmaka
"Kami melihat justru itu adalah peluang sebetulnya dalam kondisi seperti ini," tegas Andi.
Strategi Penguatan Industri
Lebih lanjut, strategi yang diambil pihaknya untuk memacu industri obat bahan alam dalam menghadapi tarif AS yakni dengan memberi dukungan ke pengusaha industri kecil menengah (IKM), khususnya dalam pemenuhan sertifikasi.
"Kita ingin menyisir skala yang lebih kecil karena mereka mungkin ada keterbatasan yang harus kita dukung," katanya lagi.
Pihaknya mencatat industri obat bahan alam dalam negeri tengah mengalami ekspansi tinggi, dengan nilai ekspor pada Januari--September 2024 mencapai 639,42 juta dolar AS atau Rp10,37 triliun (kurs Rp16.224).
Menurut dia, perkembangan industri ini masih memiliki prospek yang baik untuk ke depan, sehingga perlu adanya sinergi yang kuat antar berbagai pemangku kepentingan guna meningkatkan daya saingnya di pasar internasional.
Andi menyampaikan, saat ini terdapat beberapa jenis perusahaan industri obat bahan alam di Indonesia, yaitu Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) dan Industri Obat Tradisional (IOT).
Kemenperin mendukung kebijakan pengembangan obat bahan alam, terutama dalam proses produksi dan teknologi manufaktur, dengan salah satu upaya melalui pembangunan House of Wellness atau fasilitas produksi obat bahan alam.
Fasilitas pembuatan obat berbahan alami ini memiliki alat pendukung berupa pengolahan simplisia (segar dan kering) yang menunjang proses sortasi, pencucian, penirisan, perajangan dan pengeringan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kemenperin: Tarif Resiprokal AS Jadi Peluang Genjot Ekspor Obat Bahan Alam Indonesia
Pewarta | : Antara |
Editor | : Faizal R Arief |